Selasa, 17 Maret 2009

ISSUE DAN KECENDRUNGAN KEPERAWATAN GERONTIK

By. Tri Aan Agustianyah, Amd.Kep

Perubahan, tantangan dan peluang merupakan tiga aspek inti yang sedang terjadi dalam pelayanan keperawatan di Indonesia saat ini. Disamping itu, suatu proses yang mendasar untuk merestrukturisasi pelayanan kesehatan telah mempengaruhi proses perubahan dalam pelayanan keperawatan.

Fokus dan orientasi system pelayanan kesehatan telah mempengaruhi proses perubahan dalam pelayanan keperawatan.

Fokus dan orientasi system pelayanan kesehatan dan suatu penyakit dan pelayanan kesehatan akut telah berubah menjadi focus kepada kesahatan/kesejahteraan dan berorientasi pada masyarakat.

Sejalan dengan situasi-tersebut, maka profesi keperawatan seyogyanya harus mampu berespon darn meningkatkan diri agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu cara adalah untuk meningkatkan sumber daya tenaga keperawatan adalah dengan meningkatkan pengetahuan, ketrampilan memimpin dan kompetensi (Nurachmah, 1999).

Pada masa lalu [dan bahkan sebagian besar sampai sekarang keperawatan dilakukan berdasarkan intuisi dan tradisi sehingga keperawatan dianggap sebagai kiat tanpa komponen ilmiah. Pandangan ini telah menempatkan keperawatan hanya sebagai `pelengkap' atau bagian dari disiplin kesehatan lain dengan ketidakpastian tentang keperawatan sebagai disiplin ilmu vang unik. Sementara sebagai profesi, keperawatan harus memiliki ilmu dan kiat vang diprasyaratkan untuk dapat secara otonom mengendalikan mutu pendidikan dan praktik keperawatan (Hamid, 1999).

Sementara itu, untuk dapat melakukan perubahan, menghadapi tantangan dan mengacnbil peluang serta merubai persepsi tentang profesi keperawatan yang tidak benar memerlukan kesiapan sernua komponen keperawatan yang secara factual masih acak¬acakan dan penuh ketidakpastian.

Untuk dapat mengembangkan pelayanan keperawatan dibidang gerontik perlu adanya pengembangan yang serasi tiga komponen cikal bakal pengembangan disiplin keperawatan, yang secara skematis ditunjukan dalam diagram berikut:

Sumber Hamid, 1999
Dengan demikian perawatan system pelayanan keperawatan gerontik akan kuat karena didukung oleh teori yang kokoh, prakti keperawatan gerontik yang terstandarisasi dan penelitian yang berkelanjutan untuk mengembangkan kedua komponen tersebut.

Pertanyaannya yang muncul adalah: bagaimana pengembangan penelitian gerotik di Indonesia sekarang ?. Jawabnya untuk saat sekarang ini adalah bisa tapi sangat sulit karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Kita sepakat bahwa penelitian ceperawatan diperlukan dan harus dikembangkan namun pada waktu yang akan datang. Dikatakan bisa karena terbuka lebar tempat penelilian, fenomena penelitian dan banyak area penelitian gerontik yang belum tersentuh. Dalain melakukan penelitian keperawatan di pelayanan gerontik kita harus melakukan analisa SWOT sehingga kita sadar dan memandang persoalan secara jernih.

Faktor-faktor yang mempersulit penelitian keperawatan gerontik adalah: I. Sumber daya manusia keperawatan
Tingkat pendidikan keperawatan di Indonesia sekarang ini masih sangat bervariasi dari jenjang pendidikan menengah sampai jeniang pendidikan tinggi. Keheterogenitasan inilah yang akan mempersulit pengembangan penelitian tersebut karena jenjang pendidikan keperawatan didoininasi oleh pendidikan keperawatan tingkat menengah yang secara konseptual dan kemampuan sangat terbatas. Kelompok pendidikan keperawatan menegah diperkirakan menguasai 80 % dari seluruh jumlah tenaga keperawatan yang ada di Indonesia saat ini. Jumlah perawat dengan kwalifikasi sarjana keperawatan (SI keperawatan), .magisler keperawatan dan Dok-tor
2. Model praktek keperawafan yang belum baku
Setelah peraturan menteri kesehatan nomer 647 diterbitkan, sampai sekarang belum ada bentuk konkrit praktek keperawatan yang akan dikembangkan. Bentuk praktek keperawatan yang jelas sangat penting termasuk praktek keperavatan gerontik karena penelitian keperawatan yang akan dilakukan akan berhubungan erat dengan system atau bentuk praktek yang dikembangkan.

Padahal dalam Musyawarah nasional ke VI di bandung telah menyepakati beberapa butir untuk menindaklanjuti peraturan menteri kesehatan no 647 yang salah satunya memberikan amanat agar Pengurus Pusat PPNI untuk membuat petujuk tekhnis operasional (Bina sehat 2000).

3. Sistem pelayanan kesehatan yang masih buruk.
Selama ini bentuk pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di Indonesia masih beorientasi pada pelayanan medis (medical oriented). Selama ini kebijakan yang dilahirkan oleh depatemen kesehatan se!alu berorientasi medis dan menempatkan dokter sebagai 'penguasa tunggal' dalam pelayanan kesehatan.
Para dokter selalu berangapan bahwa pendekatan tim terhadap upaya penyembuhan dan pemulihan memerlukan adanya seorang kordinator, disini seorang tenaga medis/dokter yang bertindak sebagai nahkoda (Yusa, 2000). Sehingga apapun kebijakan yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan selalu berorientasi medis.
Sebagai contoh konkrit baliwa pelayanan kesehatan hanya dibagi menjadi pelayanan kedokteran (medical services) dan pelayanan keseliatan masyarakat (public health services) (Az_war, 1996) sehingga mengangap profesi-profesi kesehatan diluar kedokteran sebagai pelengkap atau sebagal subsistem pelayanan kedokteran.
Semestinya perlu dikembangkan secara professional sehingga masing - masing profesi yang telah diakui oleh Peraturan Pemerintah No 32 tentang tenaga kesehatan (Hanafiah dan Amir, 1999) diberi kebebasan mengembangkan diri sesual dengan sudut padang dan otonomi profesi tersebut yang salah satunya dikembangkan melalui penelitian. Jangan semua keputusan pengembangan system pelayana kesehatan di tentukan oleh Departemen Kesehatan tapi organisasi profesi tak gterlibat.

Berdasarkan masalah-masalah yang ada diatas sudah saatnya dilakukan restrukturisasi pelayanan kesehatan secara bertahap dan berkelanjutan sehingga semua profesi di area kesehatan mempunyai kesempatan mengembangkan diri, mengembangkan praktek yang pada akhirnya mengembangakan pelayanan kesehatannya kepada masyarakat.

Restrukturisasi pelayana kesehatan merupakan suatu upaya mencapai suatu perubahan yang diharapkan melalui perancangan kembali aspek-aspek yang dianggap menjadi penghambat terjadinya perubahan (Nurachmah, 2000). Selama restrukturisasi ini belum dilakukan maka selama ilu juga terjadi kesulitan pengembangan profesi keperawatan termasuk dalam hal penelitian karena- akan berbentura.n dengan system yang masih buruk.
4. Sumber pembiayaan penelitian yang ada belum terkoordinir
Keperawatan sebagai profesi, saat li masih dalam fase pengembangan sehingga dibutuhkan kerja keras serta infrastruktur yang menunjang perubahan tersebut. Sebagai organisasi profesi yang datam tahap pengembangan, perawat masih lemah dari segala segi termasuk dalam pendanaan, bargaining power dan penentuan kebijakan (regulasi).
Penelitian untuk mengembangkan pelayanan keperawatan termasuk pelayanan keperawatan gerontik akan sangat memerlukan dana yang sangat besar untuk ini perlu dikembangkan usaha untuk menghimpun dana dari berbagai pihak sehingga semua penelitian keperawatan dapat di danai dari dana yang terkumpul tersebut. Perlu satu badan yang mengurusi tentang pendanaan penelitian keperawatan. Badan tersebut berfungsi mencari donatur insidentil dan donatur tetap serta melakukan mobilisasi terhadap dana yang terkumpul demi kepentingan penelitian keperatvatan.
Jika perawat hanya mengandalkan dana penelitian yang disedikan oleh departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial akan selalu menemui hambatan/kesulitan karena akan berbenturan dengan system yang berlaku sekarang ini dan proporsi pendanaan yang disedikan juga tidak seimbang untuk masing-tnasing profesi.
Untuk mengatasi kesulitan tersebut, oerlu dilakukan klasifikasi karakteristik dan prioritas penelitian keperawatan. Menurut Diers (dikutip Cracen dan Hirnle, 1996) secara umum karakteristik penelitian keperawatan yang diperlukan adalah:
1. Riset keperatvatan harus berfokus pada variabel yang meningkatkan asuhan keperawatan.
2. Riset keperawatan mempunvai potensi untuk berkontribusi pada pengembangan teori dan pengembangan tubuh ilmu pengetahuan keperarwatan.
3. Masalah riset merupakan masalah riset keperawatan apabila perawat mempunyai akses dan kendali terhadap fenomena yang diteliti.
4. Perawat yang tertarik terhadap penelitian harus mempunyai keingintahuan dan pertanyaan yang perlu dijawab secara ilmiah.

Prioritas penelitian atau risetnva adalah sebagai berikut(Hamid, 1999 dengan modifikasi):
1. Meningkatkan kesehatan, kesejahteraan dan kemampuan merawat diri sendiri sehingga tiap lansia baik di rumah sakit, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
2. Meminimalkan atau mencegah perilaku atau lingkungan yang menimbulkan masalah kesehatan dan berdampak pada menurunnya kualitas hidup dan produktifitas.
3. Meminimalkan dampak negatif dari teknologi kcsehatan baru terhadap kemampuan adaptif individu lansia dan keluarga yang sedang mengalami masalah kesehatan akut dan kronik.
4. Memastikan bahwa asuhan keperawatan yang diperlukan bagi kelompok yang beresiko: seperti lansia dengan penyakit kronik, lansia dengan gangguan jiwa, lansia pada masyarakat miskin dengan cara yang dapat diterima dan efektif.
5. Mengklasifikasi fenomena praktek keperawatan gerontik.
6. Memastikan prinsip etik sebagai pegangan dalam melakukan riset keperawatan
7. Mengembangkan instrumen untuk mengukur hasil intervensi keperawatan.
8. Mengembangkan metodologi yang integrative untuk mengkaji manusia secara holistic dan kontek keluarga dan gaya hidup.
9. Merancang dan mengevaluasi model alternatif teori keperawatan dan pelayanan keperawatan dan system pelayanan kesehatan sehingga perawat mampu meningkatkan mutu dan menghemat biaya yang dikeluarkan dalam mernenuhi kebutuhan 'tansia khususnya dan masyarakat pada umumnya.
10. Mengevaluasi keberhasilan pendekatan altematif yang memerlukan pengetahuan yang luas dan ketrampilan yang tinggi dalam praktek pelayanan keperawatan geonlik.
11. Mengidentifikasi dan menganalisa faktor-faktor histories dan kontenporer yang mempengaruhi bentuk keterlibatan keperawatan porofesional dalam pengembangan kebijakan kesehatan nasional.

0 Comments: