Kamis, 19 Maret 2009

Keperawatan Keluarga

By. Tri Aan Agustiansyah

Di bawah ini akan menjelaskan tentang konsep keluarga yang di dalamnya akan membahas definisi keluarga, tahap dan tugas perkembangan keluarga yang di kelola serta lima tugas keperawatan keluarga dan asuhan keperawatan pada keluarga dengan perubahan perfusi jaringan (serebral).

A. Konsep Keluarga
1. Definisi Keluarga
Ada beberapa definisi keluarga, antara lain :
a. Dep. Kes. RI. (1988) dalam Setiawati dan Dermawan, (2005), “Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan”.
b. Bailon dan Maglaya (1989), “Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang bergabung kerena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perananya masing-masing menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan”.
c. Http://Ms.Wikipedia.Org/Wiki/Keluarga, “Keluarga adalah satu kumpulan manusia yang dihubungkan melalui pertalian darah, perkawinan atau pengambilan anak angkat”.
d. Http://www.Yakita.Or.Id/Konseling_Keluarga.Htm, “Keluarga adalah Sistem sosial kecil yang terdiri dari individu-individu yang berhubungan dengan satu sama lainnya dengan alasan kasih sayang dan ikatan yang kuat, loyalitas, mengkompromikan keadaan rumah yang permanen yang terjadi di dalam jangka tahunan dan dekade-dekade. Anggota-anggota masuk melalui kelahiran, adopsi dan perkawinan. Lepas dari keanggotaannya hanya kematian”.
Jadi, berdasarkan definisi keluarga yang telah dipaparkan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga adalah suatu kumpulan dari individu (dua orang atau lebih) yang memiliki kepala keluarga, yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat, mereka memiliki hubungan darah, perkawinan dan adopsi, dan masing – masing anggotanya berinteraksi dengan anggota keluarga lainnya serta hidup dalam satu rumah tangga atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap mengaggap rumah mereka.
2. Tahap Dan Tugas Perkembangan Keluarga
a. Tahap perkembangan keluarga dengan anak remaja
Tahap mengahadapi anak remaja adalah tahap yang paling rawan, karena dalam tahap ini anak akan mencari identitas diri dalam membentuk kepribadiannya, oleh karena itu suri tauladan dari kedua orangtua sangat diperlukan. Komunikasi dan saling mengerti antara kedua orangtua dengan anak perlu dipelihara dan dikembangkan (Effendy, 1998, hal. 37).
Ketika anak pertama melewati umur 13 tahun, maka tahap keluarga dengan anak remaja dimulai. Tahap ini berlangsung selama 6 – 7 tahun, meskipun tahap ini dapat lebih singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih awal atau lebih lama jika anak masih tinggal di rumah hingga berumur 19 – 20 tahun. Anak –anak lain dalam rumah biasanya masih dalam usia sekolah. Tujuan keluarga yang terlalu enteng pada tahap ini yang melonggarkan ikatan keluarga memungkinkan tanggung jawab dan kebebasan yang lebih besar bagi remaja dalam persiapan menjadi dewasa muda (Duval, 1977 dalam Friedman, 1998, hal. 124).
Tugas perkembangan remaja menghendaki pergerakan dari ketergantungan dan kendali orang tua dan orang dewasa lainnya, melalui periode aktivitas dan pengaruh kelompok teman sebaya yang kokoh hingga saat menerima peran-peran orang dewasa (Adams, 1971 dalam Friedman, 1998, hal.124).
Tantangan utama dalam bekerja pada keluarga dengan anak remaja bergerak sekitar perubahan perkembangan yang dialami oleh remaja dalam batasan perubahan kognitif, pembentukan identitas, dan pertumbuhan biologis (Kidwell, et. al., 1983 dalam Friedman, 1998, hal. 125), serta konflik – konflik dan krisis yang berdasarkan perkembangan. Adam (1971) dalam Friedman (1998) menguraikan tiga aspek proses perkembangan remaja yang menyita banyak perhatian, yakni emansipasi (otonomi yang meningkat), budaya orang muda (perkembangan hubungan teman sebaya), kesenjangan antar generasi (perbedaan nilai-nilai dan norma-norma antar orang tua dan remaja).
Peran, tanggung jawab dan masalah orang tua, tidak perlu diragukan bahwa orang tua mengasuh remaja merupakan tugas paling sulit saat ini. Namun demikian, orang tua perlu tetap tegar menghadapi ujian batas-batas yang tidak masuk akal tersebut, yang telah terbentuk dalam keluarga ketika keluarga mengalami proses “melepaskan”. Duvall (1977) dalam Friedman (1998) juga mengidentifikasi tugas-tugas perkembangan yang penting pada masa ini yang menyelaraskan kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja menjadi matang dan mengatur diri mereka sendiri. Friedman (19987) juga mendefinisikan serupa bahwa tugas orangtua selama tahap ini adalah belajar menerima penolakan tanpa meninggalkan anak.
Ketika orangtua menerima remaja apa adanya, dengan segala kelemahan dan kelebihan mereka, dan ketika mereka menerima sejumlah peran mereka pada tahap perkembangan ini tanpa konflik atau sensitivitas yang tidak pantas, mereka membentuk pola untuk semacam penerimaan diri yang sama. Hubungan antara orangtua dan remaja seharusnya lebih mulus bila orangtua merasa produktif, puas dan dapat mengendalikan kehidupan mereka sendiri (Kidwell, et. al., 1983 dalam Friedman, 1998) dan orangtua mereka berfungsi secara fleksibel (Preto, 1988 dalam Friedman, 1998).
b. Tugas perkembangan keluarga dengan anak remaja
Tugas – tugas perkembangan keluarga dengan anak remaja, antara lain:
1). Menyeimbangkan kebebasan dan tanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa dan semakin mandiri.
Tugas ini merupakan tugas perkembangan yang pertama dan utama. Pada tahap ini orangtua harus mengubah hubungan mereka dengan remaja putri atau putranya secara progresif dari hubungan dependen yang dibentuk sebelumnya ke arah suatu hubungan yang semakin mandiri. Pergeseran yang terjadi dalam hubungan anak-orangtua ini salah satu hubungan khas yang penuh dengan konflik sepanjang jalan.
Agar keluarga dapat beradaptasi dengan sukses selama tahap ini, semua angota keluarga, khususnya orangtua, harus membuat “perubahan sistem” utama yaitu membentuk peran-peran dan norma-norma baru dan “membiarkan” remaja. Kidwell dan kawan-kawan dalam Friedman, (1998) meringkas perubahan yang diperlukan ini. “Secara paradoks, sistem (keluarga) yang dapat membiarkan anggotanya adalah sistem itu sendiri secara efektif pada generasi-generasi berikutnya”.
Orangtua yang dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri, tidak membiarkan anak-anaknya, seringkali menemukan “revolusi” oleh remaja bila perpisahan berlangsung kemudian. Orangtua dapat juga mempercayai anak agar mandiri secara prematur, dengan mengabaikan kebutuhan-kebutuhan ketergantungannya. Dalam hal ini remaja dapat gagal mencapai kemandirian (Wright an leahey, 1984 dalam Friedman, 1998)
2). Memfokuskan kembali hubungan perkawinan
Tugas perkembangan keluarga yang kedua bagi pasangan suami istri adalah memfokuskan kembali hubungan perkawinan (Wilson, 1988 dalam Friedman, 1998). Banyak sekali pasangan suami istri yang telah begitu terikat dengan berbagai tanggung jawab sebagai orangtua sehingga perkawinan tidak lagi memainkan suatu peran utama dalam kehidupan mereka. Suami biasanya menghabiskan banyak waktu di luar rumah karena bekerja dan melanjutkan kariernya, sementara itu istrinya juga bekerja sementara mencoba meneruskan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga dan tanggung jawab sebagai orangtua. Dalam situasi seperti ini, hanya tersisa sedikit waktu dan energi untuk hubungan perkawinan.
Akan tetapi di sisi lain, karena anak-anak lebih bertanggung jawab terhadap diri mereka sendiri, pasangan suami istri meninggalkan rumah untuk meniti karier mereka atau dapat menciptakan kesenangan-kesenangan perkawinan setelah anak-anaknya telah meninggalkan rumah (postparenta). Mereka dapat memulai membangun fondasi untuk tahap siklus kehidupan keluarga berikutnya.
3). Berkomunikasi secara terbuka antara orangtua dan anak – anak
Tugas perkembangan keluarga yang ketiga yang mendesak adalah untuk para anggota keluarga, khususnya orangtua dan remaja, untuk berkomunikasi secara terbuka. Karena adanya kesenjangan antar generasi, komunikasi terbuka seringkali merupakan suatu cita-cita, bukan suatu realita. Seringkali terdapat tolak-menolak antara orangtua dan remaja menyangkut nilai dan gaya hidup. Orangtua berasal dari keluarga dengan berbagai macam masalah terbukti seringkali menolak dan memisahkan diri dari anak mereka yang tertua, sehingga mengurangi saluran-saluran komunikasi terbuka yang mungkin telah ada sebelumnya.
Mempertahankan etika dan standar moral keluarga merupakan tugas perkembangan keluarga lainnya (Duvall dan Miller, 1985 dalam Friedman, 1998). Meskipun aturan-aturan dalam keluarga perlu diubah, etika dan standar moral keluarga perlu tetap dipertahankan oleh orangtua. Sementara remaja mencari nilai-nilai dan keyakinan – keyakinan mereka sendiri, adalah sangat penting bagi orangtua untuk mempertahankan dan mengetatkan prinsip-prinsip dan standar-standar mereka. Remaja sangat sensitif terhadap ketidakcocokan antara apa dikatakan dengan apa yang dipraktikkan. Namun demikian, orangtua dan anak-anak dapat belajar dari satu sama lain dalam masyarakat yang majemuk dan berubah dengan cepat ini saat ini. Transformasi nilai dari kaum muda juga menstransformasikan keluarga. Adopsi gaya hidup yang lebih bebas dan sederhana melambangkan transformasi nilai yang mempengaruhi setiap tahap kehidupan keluarga (Yankelowich, 1975 dalam Friedman, 1998).
3. Lima tugas keperawatan keluarga
Untuk dapat mencapai tujuan asuhan keperawatan kesehatan keluarga, keluarga mempunyai tugas dalam pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling memelihara. Freedman (1998) membagi lima tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga, yaitu :
a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya
b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat
c. Memberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit, dan yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.
d. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga
e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga - lembaga kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitas – fasilitas kesehatan yang ada.
Bailon dan Maglaya (1978) membagi lima tugas keperawatan keluarga, antara lain :
a. Kesanggupan mengenal masalah disebabkan karena
1). Mengetahui tentang fakta
2). Sikap dan falsafah hidup
3). Rasa takut apabila masalah tidak diketahui
a). Sosial : mendapat penghargaan dari kawan dan tetangga
b). Ekonomi yang memadai, biaya
c). Psikologis
b. Kesanggupan mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat disebabkan karena
1). Mengerti mengenai sifat, berat dan luasnya masalah
2). Masalah begitu menonjol
3). Tidak memiliki rasa takut dan pantang menyerah karena dapat memecahkan masalah sehingga dapat ditangani sedikit demi sedikit.
4). Mendapat pengertian/pengetahuan mengenai macam-macam jalan keluar yang terbuka untuk mereka.
5). Sanggup memilih tindakan-tindakan di antara beberapa pilihan.
6). Kecocokan pendapat dari anggota-anggota keluarga tentang pemilihan tindakan.
7). Mengetahui fasilitas kesehatan yang ada.
8). Tidak memiliki rasa takut akan akibat-akibat dari tindakan
Sosial, ekonomi dan psikologis
9). Sikap positif terhadap masalah kesehatan, yang dimaksudkan sikap positif di sini adalah sikap yang membuat sanggup menggunakan akal untuk mengambil keputusan.
10). Fasilitas kesehatan terjangkau dalam hal: lokasinya dan biaya.
11). Kepercayaan/keyakinan terhadap tenaga/lembaga kesehatan.
12). Konsepsi yang tepat karena informasi yang benar terhadap tindakan yang diharapkan.
c. Kemampuan merawat/menolong anggota keluarga yang sakit karena
1). Mengetahui keadaan penyakit (sifat, penyebaran, komplikasi, prognosa dan keperawatannya), pertumbuhan dan perkembangan anak.
2). Mengetahui tentang sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan.
3). Adanya fasilitas yang diperlukan untuk perawatan.
4). Adanya pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan prosedur perawatan/pengobatan.
5). Keseimbangan sumber-sumber yang ada pada keluarga untuk perawatan.
a). Anggota keluarga yang bertanggung jawab.
b). Sumber keuangan/finansial
c). Fasilitas fisik (ruangan untuk yang sakit)
6). Sikap positif terhadap yang sakit
7). Tidak adanya konflik individu
8). Sikap/pandangan hidup
9). Perilaku mementingkan diri sendiri.
d. Kemampuan memelihara lingkungan rumah yang bisa mempengaruhi kesehatan dan pengembangan pribadi anggota keluarga karena
1). Sumber-sumber keluarga yang seimbang/cukup
a). Keuangan
b). Tanggung jawab/wewenang anggota keluarga.
c). Fisik (isi rumah yang teratur).
2). Dapat melihat keuntungan/manfaat pemeliharaan lingkungan dimasa yang akan datang
3). Mengetahui tentang pentingnya hygiene sanitasi
4). Mengetahui tentang usaha pencegahan penyakit
5). Sikap/pandangan hidup
6). Kekompakkan keluarga
a). Tidak mementingkan diri sendiri
b). Adanya kesepakatan
c). Perhatian terhadap anggota keluarga yang mengalami krisis.
e. Kemampuan menggunakan sumber di masyarakat guna pemeliharaan kesehatan karena
1). Mengetahui atau sadar bahwa fasilitas kesehatan itu ada
2). Memahami keuntungan yang dapat diperoleh dari fasilitas kesehatan
3). Percaya terhadap petugas kesehatan dan fasilitas kesehatan
4). Ada pengalaman yang baik dari petugas kesehatan tidak ada rasa takut akan akibat dari tindakan (tindakan pencegahan, diagnostik, pengobatan dan rehabilitasi).
a). Psikologis
b). Keuangan
c). Sosial seperti adanya penghargaan dari teman dan orang lain.
5). Terjangkaunya fasilitas yang diperlukan
a). Ongkos
b). Fisik, lokasi
6). Adanya fasilitas yang diperlukan
7). Adanya sumber daya dari keluarga
a). Tenaga seperti penjaga anak
b). Keuangan, biaya pengobatan
8). Adanya dukungan dari masyarakat.
9). Sikap/falsafah hidup.







B. Asuhan Keperawatan
1. Definisi masalah keperawatan utama
a. “Perubahan perfusi jaringan (serebral) adalah keadaan di mana individu mengalami atau beresiko mengalami suatu penurunan dalam nutrisi dan pernapasan pada tingkat seluler disebabkan suatu penurunan dalam suplai darah kapiler” (Carpenito, 2000, hal. 407).
b. “Ketidakefektifan perfusi jaringan (serebral) adalah penurunan jumlah oksigen yang mengakibatkan kegagalan untuk memelihara jaringan pada tingkat kapiler” (Wilkinson, 2006, hal. 522).
c. “Gangguan perfusi jaringan (tipe khusus, serebral) adalah suatu keadaan di mana individu mengalami penurunan dalam nutrisi dan oksigenasi pada tingkat seluler sehubungan dengan kurangnya suplai darah kapiler” (Kim, dkk., 1995).
2. Pengkajian
a. Tanda dan gejala Mayor (Harus terdapat, satu atau lebih)
1). Adanya salah satu dari tipe berikut seperti klaudikasi (arteri), nyeri istirahat (arteri), nyeri yang menyakitkan (arteri)
2). Penurunan atau tidak ada denyut nadi arteri
3). Perubahan warna kulit seperti pucat (arteri), sianosis (vena), hiperemia reaktif (arteri)
4). Perubahan suhu kulit seperti lebih dingin (arteri), lebih hangat (vena)
5). Penurunan perubahan tekanan darah (arteri)
6). Pengisian kapiler kurang dari tiga detik (arteri)
b. Tanda dan gejala Minor (mungkin terdapat)
1). Edema (vena)
2). Perubahan dalam fungsi sensori (arteri)
3). Perubahan dalam fungsi motorik (arteri)
4). Perubahan jaringan trofik (arteri) seperti kuku keras, tebal, kehilangan rambut, luka yang tidak sembuh.
Menurut Wilkinson (2006) “Ada beberapa data objektif yang harus dikaji pada klien dengan perubahan perfusi jaringan (serebral) antara lain, perubahan status mental, perubahan perilaku perubahan respons motorik, perubahan reaksi pupil, kesulitan menelan, kelemahan ekatremitas atau kelumpuhan, ketidaknormalan dalam berbicara” (hal. 522).
c. Patofisiologi
Hipertensi adalah tekanan darah persisten di mana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan Diastolik di atas 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2001, hal. 896). Tingginya tekanan darah yang lama tentu saja akan merusak pembuluh darah di seluruh tubuh, yang paling jelas pada mata, jantung, ginjal dan otak. Maka konsekuensi yang biasa pada hipertensi yang lama tidak terkontrol adalah gangguan penglihatan, oklusi koroner, gagal ginjal, dan stroke. Selain itu jantung membesar karena di paksa meningkatkan beban kerja saat memompa tingginya tekanan darah. Peningkatan tahanan perifer yang di kontrol pada tingkat arteriola adalah penyebab tingginya tekanan darah.
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang melanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke gangglia, simpatis di thorax dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke gangglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, di mana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norefinefrin, meskipun tidak diketahui mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi efinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, yang akan menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukkan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini meyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Proses terjadinya masalah keperawatan pada kasus hipertensi dapat dilihat pada pendekatan pohon masalah berikut ini:











Pada hipertensi terjadi peningkatan tahanan perifer dan peningkatan curah jantung, maka suplai nurtisi dan oksigen yang di bawa oleh sel-sel darah menjadi terhambat dan berkurang, daerah – daerah yang dialiri oleh perifer antara lain pada otak, ginjal, daerah akral dan sebagainya akan kekurangan oksigen dan nutrisi. Maka masalah keperawatan yang dapat muncul adalah perubahan perfusi jaringan. Karena sel – sel di dalam tubuh mendapatkan suplai nutrisi dan oksigen yang minim maka sel – sel tersebut akan menjadi “lapar” dan dampak yang dapat timbul antara lain pusing, sakit kepala, dan badan menjadi lemah pada tahapan ini masalah keperawatan yang mungkin muncul antara lain sakit kepala dan intoleransi aktivitas. Pada saat terjadi kekurangan nutrisi dan oksigen pada tingkat sel yang disebabkan karena peningkatan tahanan perifer, maka jantung akan mengkompensasi dengan meningkatkan denyut jantung agar suplai nutrisi dan oksigen yang dibawa oleh darah cukup untuk memenuhi kebutuhan sel tersebut, terjadinya hal ini akan memicu terjadinya hipertrofi ventrikel kiri, apabila hal ini berlangsung lama dapat berakibat terjadinya penurunan curah jantung.
3. Diagnosis Keperawatan
Perubahan perfusi jaringan (serebral) berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga (KMK) mengenal masalah, KMK mengambil keputusan, KMK merawat anggota keluarga yang sakit, KMK memodifikasi lingkungan dan KMK menggunakan fasilitas kesehatan.
4. Perencanaan
a. Tujuan perawatan yang ingin dicapai
1). Individu akan mengidentifikasi faktor-faktor yang meningkatkan sirkulasi perifer
2). Individu akan mengidentifikasi gaya hidup yang perlu
3). Individu akan mengidentifikasi cara medis, diet, pengobatan, aktivitas yang meningkatkan vasodilatasi
4). Individu akan melaporkan penurunan dalam nyeri
5). Individu akan menggambarkan kapan saat menghubungi dokter/tenaga kesehatan (Carpenito, 2000, hal. 410-411).
b. Intervensi keperawatan
1). Ajarkan individu untuk :
a). Mempertahankan ekstremitas dalam posisi tergantung
b). Mempertahankan ekstremitas hangat (jangan menggunakan bantalan pemanas atau botol air panas, karena individu dengan penyakit vaskular perifer dapat mengalami gangguan dalam sensasi dan tidak akan dapat menentukan jika suhu panas merusak jaringan, penggunaan pemanas eksternal juga dapat meningkatkan kebutuhan metabolis dari jaringan melewati kapasitasnya).
c). Kurangi resiko trauma dengan cara ubah posisi sedikitnya setiap jam, hindari penyilangan kaki, kurangi penekanan eksternal (amati sepatu setiap hari terhadap bantalan kasar), hindari pelindung tumit dari kulit domba (benda tersebut meningkatkan penekanan tumit dan penekanan silang dorsum dari kaki), dorong latihan rentang gerak.
2). Rencanakan suatu program berjalan setiap hari
a). Beritahu individu alasan dari program
b). Ajarkan individu untuk menghindari kelelahan
c). Instruksikan untuk menghindari peningkatan latihan sampai dikaji oleh dokter tentang masalah jantung
d). Pastikan kembali individu yang berjalan tidak melukai pembuluh darah atau otot, “berjalan menyebabkan nyeri” istirahat dan berjalan kembali, bantu dalam mengembangkan sirkulasi kolateral.
3). Ajarkan faktor yang meningkatkan aliran darah vena
a). Tinggikan ekstremitas di atas jantung (dikontraindikasikan jika penyakit jantung atau pernapasan hebat ada).
b). Hindari berdiri atau duduk dengan tungkai bawah bergantung untuk jangka waktu lama
c). Pertimbangkan penggunaan balutan atau stoking elastis di bawah lutut untuk mencegah statis vena.
d). Kurangi atau lepaskan kompresi vena eksternal yang mengganggu aliran vena dengan cara hindari bantal di belakang lutut atau penyangga lutut tempat tidur, hindari penyilangan tungkai bawah, ubah posisi, gerakkan ekstremitas atau menggoyangkan jari tangan kaki setiap jam, hindari penggunaan ikat kaos kaki dan stoking elastik tipis di atas lutut.
4). Ukur lingkaran dasar dari betis dan paha jika individu beresiko trombosis vena bagian dalam atau jika hal ini dicurigai
5). Ajarkan individu untuk
a). Hindari perjalanan panjang menggunakan mobil atau pesawat (bangun dan berjalan sedikitnya setiap jam)
b). Pertahankan kekeringan kulit terlumasi (kulit pecah menghilangkan hambatan fisik terhadap infeksi)
c). Gunakan pakaian hangat selama cuaca dingin
d). Gunakan kaos kaki katun atau wol
e). Hindari dehidrasi dalam cuaca panas
f). Berikan perhatian khusus terhadap kaki dan jari-jari kaki dengan cara cuci kaki dan keringkan secara seksama setiap hari, tidak merendam kedua kaki, hindari sabun keras atau kimia (termasuk iodine) pada kaki, pertahankan kuku dalam keadaan terpotong dan halus
g). Amati kaki dan kedua tungkai bawah terhadap cedera dan penekanan
h). Gunakan kaos kaki bersih
i). Gunakan sepatu yang menopang dan cocok secara nyaman
j). Amati sepatu bagian dalam setiap hari terhadap garis kasar
6). Ajarkan tentang memodifikasi faktor-faktor resiko
a). Diet dengan cara hindari makan tinggi kolesterol, memodifikasi masukan natrium untuk mengontrol hipertensi, rujuk ke ahli gizi
b). Teknik relaksasi untuk mengurangi efek dari stres
c). Berhenti merokok
d). Program latihan

0 Comments: